BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 17 Juni 2009

MENELAAH REKAMAN SEISMICITY PULAU SUMATERA


Kita tentu masih ingat gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh di akhir tahun 2004. Gempa bumi yang melanda Aceh dan Pulau Sumatera bagian utara pada tanggal 26 Desember 2004 adalah gempa bumi yang termasuk dalam kategori gempa bumi terdahsyat yang pernah terjadi di bumi setelah gempa bumi dahsyat yang melanda Alaska pada tahun 1964. Gempa bumi yang melanda Alaska tersebut mempunyai kekuatan sebesar 9.2. Gempa bumi yang melanda Sumatera pada tahun 2004 ini mampu mengubah lantai samudera dan menghasilkan gelombang tsunami yang mampu menghancurkan apa saja yang dilaluinya mulai dari Pulau Sumatera bagian utara, Thailand, Sri lanka, India, bahkan sampai ke pesisir timur benua Afrika.

Gempa bumi dapat terjadi sepanjang batas pertemuan antara lempeng Eurasia dan lempeng Australia. Panjang batas pertemuan kedua lempeng tersebut sekitar 5500 kilometer atau sekitar 3400 mil mulai dari Myanmar melewati Pulau Sumatera, Jawa, dan menuju Australia. Di sekitar Pulau Jawa dan Sumatera bagian Selatan, lempeng Australia bergerak ke arah utara/timur laut sebesar 60-65 mm per tahun relative terhadap AsiaTenggara. Sedangkan di daerah sekitar utara Pulau Sumatera, lempeng Australia bergerak 50 mm per tahun. Lempeng Australia dan lempeng Eurasia bertemu di kedalaman sekitar 5000 meter atau 3 mil di bawah permukaan air laut pada Palung Sumatera yang terletak di Samudera India. Palung tersebut tersebar relatif pararel terhadap pantai barat Pulau Sumatera sekitar 200 kilometer atau 125 mil dari garis pantai. Pada palung tersebut, lempeng Australia menyusup di bawah lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tersebut sering juga disebut “megathrust” dimana lempeng Eurasia seolah-olah terangkat oleh lempengAustralia yang menyusup ke dalam bumi. Megathrust yang ada di selatan Pulau Jawa relatif tegak lurus terhadap palung sedangkan di sebelah baratdaya Pulau Sumatera lebih membentuk sudut atau oblique. Akibat geometri dari pertemuan kedua lempeng tersebut di sebelah baratdaya Pulau Sumatera yang membentuk sudut maka pertemuan lempeng tersebut mempunyai komponen dip-slip (dextral slip atau menggeser relative ke kanan) yang tercerminkan dari adanya Patahan Sumatera yang ada di blok “hanging wall” dari daerah penunjaman Sumatera. Patahan tersebut kurang lebih berasosiasi dengan busur vulkanik Sumatra yang mampu mengakomodasikan komponen geser dari bentuk penunjaman yang oblique atau bersudut. Pertemuan kedua lempeng tersebut juga tidaklah mulus akan tetapi lebih membentuk hubungan “stick and slip”. Ini artinya megathrust akan tetap terkunci atau tidak ada pergeseran yang cukup berarti antara kedua blok selama beratus-ratus tahun dan jika megathrust tidak mampu lagi terkunci maka akan terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat.

Sejarah membuktikan bahwa proses penunjaman dari megathrust tidak akan menghancurkan seluruh daerah patahan (sepanjang batas lempeng atau sekitar 5500 kilometer ) dalam satu waktu saja. USGS melaporkan bahwa patahan mulai terjadi di bagian utara Pulau Simeulue. Dari pengamatan seismogram yang dilakukan oleh Chen Ji (Caltech seismologist) ditemukan bahwa patahan utama yang ada di Pulau Simeulue menjalar kearah utara sepanjang 400 kilometer sepanjang jalur megathrust dengan kecepatan 2 kilometer per detik. Akan tetapi dengan berlanjutnya gempa utama maka daerah patahan bertambah sebesar 1000 kilometer ke arah utara di daerah Kepulauan Andaman.

Lintasan dari penunjaman megathrust yang berkembang dari Myanmar kearah selatan melewati Laut Andaman dan kemudian kearah tenggara menuju pesisir barat pantai Sumatra telah menghasilkan gempa yang sangat dahsyat dalam dua abad terakhir. Pada tahun 1883, patahan dari segmen yang sangat panjang di pesisir Sumatra Tengah menghasilkan gempa bumi dengan skala 8.7 dengan diikuti tsunami. Pada tahun 1861, lintasan di bagian utara ekuator menghasilkan gempa bumi dengan skala 8.5 diikuti tsunami. Segmen di utara Kepulauan Nikobar juga mengalami patahan di tahun 1881 dan menghasilkan gempa bumi dengan skala 7.9. Bagian di bawah Kepulauan Enggano juga mengalami patahan pada tahun 2000 dan menghasilkan gempa bumi dengan skala 7.8.

Gempa bumi yang terjadi di tahun 2004 dihasilkan dari patahan yang terjadi di bagian paling utara dari bagian megathrust Pulau Sumatera. Penelitian-penelitian seismik terdahulu menunjukkan bahwa patahan yang terjadi seperti pada tahun 1883 hampir terjadi setiap dua abad. Ini menyebabkan bagian-bagian yang lain dari lintasan megathrust yang ada menjadi daerah yang sangat rawan bencana gempa bumi yang kemungkinan disertai tsunami.Selama terjadinya patahan dari penunjaman megathrust, bagian dari Asia Tenggara yang terdapat di atas megathrust berpindah kearah barat (kearah palung) sebesar beberapa meter dan dapat naik sebesar 1-3 meter. Kenaikan bagian ini membuat seakan-akan samudera naik sebesar 1-3 meter. Pada saat air tersebut bergerak turun kembali maka ini akan memicu terjadinya rentetan gelombang samudera yang mampu menjalar sepanjang Teluk Bengal. Dan pada saat gelombang tersebut mendekati daratan, gelombang tersebut berkurang kecepatannya tetapi ketinggian gelombang tersebut bertambah sehingga mampu menghancurkan semua yang dilewatinya. Gelombang inilah yang disebut gelombang tsunami seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 kemarin. Meskipun gelombang tsunami dapat reda dalam waktu yang singkat akan tetapi gelombang ini mampu menggenangi beberapa tempat yang relatif rendah di sekitar pesisir pantai dan membentuk rawa-rawa. Pulau-pulau yang ada di atas megathrust terangkat sebesar 1-3 meter sehingga mampu mengangkat koral-koral yang sebelumnya ada di dalam laut.

Sumber: http://doddys.wordpress.com/2006/12/20/menelaah-rekaman-seismicity-pulau-sumatera/

Read More......

Semburan Lumpur Sidoarjo Tidak Mengandung Minyak Mentah

9


DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
NOMOR : 31/HUMAS DESDM/2009
Tanggal : 11 Mei 2009


SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO TIDAK MENGANDUNG MINYAK MENTAH

Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMG) ‘LEMIGAS’ menghasilkan bahwa tidak ditemukan kandungan minyak mentah (crude oil) dalam jumlah besar pada lumpur di pusat semburan lumpur yang masih aktif di lokasi semburan lumpur Sidoarjo. Berdasarkan analisa menunjukkan hydrokarbon yang tercampur pada lumpur merupakan ceceran produk olahan dari minyak bumi (minyak pelumas bekas).

Selasa, 16 Juni 2009

Sejarah Indramayu



Sejarah Kabupaten Indramayu
Sejarah putra Tumenggung Gagak Singalodra dari Bengelen Jawa Tengah bernama Raden Wiralodra yang mempunyai garis keturunan Majapahit dan Pajajaran, dalam tapa baratanya di kaki Gunung Sumbing mendapat wangsit.

"Hai Wiralodra apabila engkau ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari, pergilah kearah matahari terbenam dan carilah lembah Sungai Cimanuk. Manakala telah disana, berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana. Kelak tempat itu akan menjadi subur dan makmur serta tujuh turunanmu akan memerintah disana". Demikianlah bunyi wangsit itu.

R. Wiralodra ditemani Ki Tinggil dan berbekal senjata Cakra Undaksana. Tokoh-tokoh lain dengan pendiri pedukuhan dimaksud adalah Nyi Endang Darma yang cantik dan sakti, Aria Kemuning putra Ki Gede Lurah Agung yang diangkat putra oleh Putri Ong Tien istri Sunan Gunung Jati. Ki Buyut Sidum / Kidang Pananjung seorang pahlawan Panakawan Sri Baduga dari Pajajaran, Pangeran Guru, seorang pangeran dari Palembang yang mengajarkan Kanuragan dengan 24 muridnya.

Pedukuhan tersebut berkembang dan diberi nama "Darma Ayu" oleh R. Wiralodra yang diambil dari nama seorang wanita yang dikagumi karena kecantikan dan tkesaktiannya "Nyi Endang Darma", serta dapat diartikan "Kewajiaban Yang Utama" atau "Tugas Suci".

Pedukuhan Cimanuk yang diberi nama "Darma Ayu" yang kemudian berubah menjadi "Indramayu", setelah terbebas dari kekuasaan Pajajaran pada tahun 1527, diproklamirkan berdirinya oleh R. Wiralodra pada hari Jum'at Kliwon tanggal 1 Muharram 934H atau 1 Sura 1449 dan jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527. Titimangsa tersebut resmi sebagai Hari Jadi Indramayu.

Setelah 1527, Daerah Indramayu terbagi dalam tiga propinsi meliputi :

Propinsi Singapura, meliputi sebelah timur sampai Sungai Kamal.
Propinsi Rajagaluh, meliputi daerah tengah sampai Jati tujuh.
Propinsi Sumedang, meliputi bagian barat sampai Kandanghaur.

Tahun 1681, mulai dikuasai kompeni.

Zaman pemerintahan Daenles (1806 - 1811) daerah sebelah barat sungai Cimanuk dimasukan dalam prefektur Cirebon Utara. Pada masa ini berada dalam kekuasaan kerajaan Demak. Tahun 1546 menjadi bagian kesultanan Cirebon.

Tahun 1615 sebelah timur Sungai Cimanuk menjadi bagian keultanan Cirebon dan bagian baratnya ermasuk dalam wilayah kerajaan Mataram.

Tahun 1681, mulai dikuasai kompeni. Zaman pemerintahan Daenles (1806 - 1811) daerah sebelah barat sungai Cimanuk dimasukan dalam prefektur Cirebon Utara. Pada zaman kompeni menjadi ajang masuk pertempuran segitiga antara kompeni, Mataran dan Banten. Tahun 1706, Indramayu jatuh kedalam kekuasaan kompeni Belanda seluruhnya seperti halnya dengan daerah-daerah lain, Indramayu mempunyai perjalanan yang sama berada dalam kekuasaan penjajahan.(*

Senin, 15 Juni 2009

Perpolitikan Minyak Irak: Suram


Perang saudara sedang mendidih, dan masa depan negeri ini tergantung pada bagaimana kelompok-kelompok sektarian membagi apa yang ada di bawah mereka. [Inilah salah satu sebab mengapa terjadi perpecahan di antara Sunni, Shiah, Kurdi, serta etnis Muslim lain di Irak yang tidak diinginkan umat Islam dan belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka telah benar-benar ‘di-liberte dan di-egalite’ oleh AS dan Sekutunya untuk saling berebut materi duniawi yang tidak bisa mereka dapatkan ketika berada di bawah hegemon tunggal, Saddam. Artikel di bawah ini juga dapat menjadi penjelas atas peristiwa di awal bulan Oktober 2007 terkait motivasi pihak Kongres AS untuk memfederasi Irak dan motivasi Bush Jr. untuk menyatukan Irak: It’s all about Oil and Money Political Strategy]

Dalam perjalanannya yang mengejutkan ke Baghdad pada bulan Oktober, Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice memutuskan untuk berbicara pada para wartawan mengenai minyak. “Kami yakin bahwa minyak harus menguntungkan seluruh rakyat Irak,” ia mengatakan hal ini pada pertemuan dengan media dalam perjalanannya ke ibu kota Irak. Dalam pertemuan-pertemuannya yang bagaikan angin puyuh selama dua hari ke depan, ia menekankan topik minyak berkali-kali, lagi dan lagi, kepada para pemimpin di semua sisi –Sunni, Shiah, dan yang paling penting, Presiden Kurdi Massoud Barzani, yang kepadanya ia menekankan perasaannya bahwa “minyak harus menjadi faktor pemersatu, bukan satu hal yang malah membantu negeri ini menjadi terpecah.” Dengan kata lain: tolong berhentilah bertarung dan mari berbagi (minyak).

Pertarungan sektarian di Irak, pada tingkat yang luar biasa, adalah mengenai isu mendasar pembagian minyak. Masa depan politik negeri itu dan masa depan energinya telah bertemu. Pihak yang menang dalam perkembangan perang saudara ini akan mendapatkan kendali, secara teoretis, atas sekitar $35 milyar per tahun dari minyak saja, yang menjadi 90 persen anggaran belanja Irak. Pihak yang kalah –well, mereka takut bahwa mereka tidak akan mendapatkan apapun sama sekali. Dan kekerasan yang melanda Irak setiap hari berikatan dekat sekali dengan manuver atas kendali minyak di masa depan, sebagaimana korupsi di lapangan perminyakan sangat meraja-lela. Uang minyak yang dikucurkan dari atas dikatakan oleh para pejabat AS sebagai pendanaan kelompok pemberontak.

Semua rencana yang diajukan untuk menyelesaikan konflik, semuanya bergantung pada minyak. Seruan untuk Irak yang berbentuk federasi, dipecah menjadi tiga negara, terhambat oleh ketakutan negara manakah yang akan mendapatkan minyak lebih banyak. Jawabannya sudah sering kita tahu –Shiah di wilayah selatan memiliki lebih dari 80 persen cadangan terjamin minyak Irak. Kurdistan, di Utara, memiliki akses pada ladang-ladang di Kirkuk, yang telah menjadi pemompa minyak semenjak tahun 1920an. Dan Sunni, minoritas yang pernah mendominasi dan mendapat untung dari emas hitam Irak, terjebak di tengah dengan gurun dan jutaan pasir, yang oleh para ahli harapkan di bawahnya ada minyak, tetapi tidak ada ladang di manapun di wilayah tersebut yang bahkan mau dikembangkan.

Minyak harusnya menjadi penyelamat Irak, dengan janji para pejabat pemerintahan Bush bahwa peruntungan dari pendapatan minyak akan digunakan untuk rekonstruksi. Kementrian Minyak-lah yang merupakan satu-satunya gedung pemerintahan yang dijaga mati-matian oleh pasukan AS setelah jatuhnya kota Baghdad.

Tetapi minyak pada akhirnya juga menjadi faktor lain dalam kemunduran Irak yang terjadi dengan cepat. Serangan terus menerus kelompok pemberontak terhadap pipa-pipa minyak dan fasilitas perminyakan –tiga tahun pertama terjadi setidaknya rata-rata satu serangan setiap minggunya– berarti bahwa produksi minyak hanya mencapai tingkat sebagaimana sebelum perang. Irak masih harus mengimpor mayoritas dari minyaknya. Hampir empat tahun perang ini berjalan, dan Irak juga telah memiliki empat orang Menteri Minyak. Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh ekonom Colin Rowat di University of Birmingham mengungkap bahwa jika anda mengeluarkan faktor bantuan luar negeri, GNP Irak sebenarnya hanya $27 milyar, jauh lebih sedikit dari yang seharusnya, manakala tak terjadi perang. Dan semua faktor tersebut akan mengemuka pada awal tahun 2007, ketika Parlemen Irak diharapkan telah berhasil melegislasi “undang-undang hidrokarbon” Irak yang baru, legislasi yang akan menentukan siapa yang mendapatkan uang minyak sekarang dan siapa yang akan mendapat untung dari penemuan-penemuan ladang minyak pada masa depan.

UU Hidrokarbon, meski krusial, dikepung oleh berbagai manuver mengerikan kelompok sektarian. Setiap pihak telah menulis rancangan undang-undang mereka sendiri –setidaknya ada tiga draft RUU yang saat ini mengemuka– dan draft dari kelompok Kurdi adalah yang paling profesional, kata seorang diplomat Barat yang menjadi penasihat Kementrian Minyak Irak. Barham Salih, seorang Kurdi dan Wakil Presiden Irak yang terlibat di dalam RUU, mengatakan tujuannya adalah untuk menjadikan negara Arab “petro-demokrasi” yang pertama di dunia; Kelompok Kurdi telah memutus perjanjian mandiri antara pemerintahan pusat dengan sebuah perusahaan Norwegia untuk mulai melakukan tes produksi minyak pada perempat awal tahun 2007. Pemain kunci lain yang terlibat dalam penulisan undang-undang –Menteri Keuangan Bayan Jabr– dipandang sebagai salah satu pelanggar sektarian terburuk yang ada. Ia kemudian ditendang ke Kementrian Dalam Negeri Irak pada bulan Juni 2006 karena aktivitas pasukan kematian Shiah semakin menggelembung saat berada di bawah pantauannya.

Pertempuran yang sedang terjadi juga telah menghasilkan sebuah kontroversi besar mengenai apa-apa saja yang BELUM dibelanjakan untuk melakukan investasi besar-besaran ini. Menurut dipolat Barat, pada tahun 2005 hingga 2006 sejumlah $3 milyar tidak dibelanjakan oleh anggaran Kementrian Minyak, dan $4 hingga $5 milyar tidak dibelanjakan pada tahun 2003 hingga 2004. Jabr juga dituduh telah mengkorupsi dana bagi Irak Selatan. “Kami harus mengambil kekuasaannya. Kita harus mencampuri tangan mereka dari kekuasaan,” kata diplomat Barat.

Tentu saja, percekcokan atas hukum perminyakan Irak telah membuat perusahaan-perusahaan minyak internasional terbesar keluar dari negara tersebut. Pejabat AS dan Irak mengatakan bahwa pihak perusahaan adalah kekuatan yang dibutuhkan untuk memperbaikan perminyakan Irak, tetapi tanpa kerangka kerja hukum –yang mereka harapkan dapat disediakan oleh Undang-Undang Hidrokarbon– perusahaan-perusahaan belum berani untuk melakukan investasi yang signifikan. Menurut seorang pejabat AS, yang tidak mau disebut namanya, terdapat setidaknya 43 memorandum of understanding (MoU) yang telah ditandatangani oleh pemerintah Irak dan perusahaan-perusahaan minyak internasional. MoU-MoU tersebut adalah jalan bagi perusahaan untuk menguji suhu Irak dengan sebuah kontrak yang mengatakan, “mari kita bekerja sama pada masa depan,” yang mengijinkan mereka untuk membuat studi-studi teknis mengenai potensi produksi di negara yang memegang cadangan minyak dunia terbesar ketiga, yang kebanyakan darinya belum dikeluarkan.

Perusahaan-perusahaan tersebut, kata diplomat Barat, termasuk semua “big boys,” seperti ExxonMobil, Chevron, dan Total. Ia mngatakan perusahaan-perusahaan minyak telah bekerja bersama pemerintah Irak untuk melakukan analisis independen dan R&D (riset dan pengembangan). British Petroleum (BP) akhir-akhir ini menyerahkan studi kolam depositnya yang dikerjakan selama bertahun-tahun di ladang Rumailah pada perusahaan minyak Irak Southern Oil Corporation. Studi tersebut adalah hasil kerja pertama BP di Irak selama lebih dari 20 tahun. Ladang Rumailah, dipandang sebagai salah satu ladang minyak super dunia, ia masih dapat menghasilkan lebih dari satu juta barrel per hari. Shell saat ini sedang melakukan studi evaluasi di Kirkuk –satu kota yang masih terus menerus terjadi peledakan bom mobil sebagai medan peperangan antara Kelompok etnis Kurdi, Turki, dan Sunni, yang kesemuanya mengklaim kepemilikan kota. “Perusahaan minyak besar sangatlah tertarik,” kata Catherine Hunter, analis energi senior di Global Insight, London. “Tetapi mereka hanya memasukkan jempol mereka saja ke dalam air.”

Pada sebuah perjalanan terakhir ke Jepang untuk memberikan penjelasan dan mendapatkan dukungand ari investor asing, Menteri Minyak Hussein Shahristani mengatakan pada para reporter bahwa perusahaan-perusahaan internasional adalah satu-satunya cara bagi Irak untuk mendapatkan target resmi mereka: Irak bertujuan untuk menarik investasi sebesar $20 milyar dan menaikkan output hingga enam juta barrel per hari pada tahun 2012. Ia mengatakan Irak saat ini memproduksi hanya sedikit di bawah 2,5 juta barrel per hari, tetapi ia lalu menambahkan, “Kami memutuskan untuk menaikkannya pada empat hingga 4,5 juta barrel per hari pada akhir tahun 2010. Tetapi kami juga memutuskan untuk mendapatkan yang lebih dari itu dengan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan internasional.”

Ia menyalahkan penurunan produksi adalah hasil dari sabotase, tetapi ia juga menyatakan bahwa kementriannya sedang belajar untuk mengatasi hal itu. “Kami telah berusaha untuk memperbaiki hal tersebut (sabotase) dengan tingkat rata-rata 48 jam,” katanya.

Untuk saat ini, Irak terus untuk menaikkan potensi dan posisinya di dalam pasar minyak global. Dengan produksi 2,5 juta barrel per hari, ia hanya berkontribusi sekitar dua persen terhadap produksi global. Minyak Irak mempengaruhi harga minyak global, setidaknya pada perhitungan hari-ke-hari, kata Vera de Ladoucette, senior vice president dari Cambridge Energy Research Associates di Paris. Dan selama lebih dari tiga tahun ini, para pejabat minyak Irak telah terus menerus menaksir terlalu tinggi tentang betapa cepat mereka dapat mengembalikan tingkat produksi mereka. Ya, tidak ada keraguan mengenai potensi masa depan Irak. Para analis mengatakan bahwa negara tersebut dapat berkontribusi hingga delapan persen produksi minyak global pada tahun 2020 JIKA semua berjalan dengan baik –yang berarti semuanya berjalan lebih baik daripada yang terjadi pada tahun 2006. Akan tetapi mungkin itu adalah pengharapan yang terlalu berlebihan. [mungkin karena kondisi dunia tidak akan menjadi lebih baik, dan Khilafah datang sebagai pahlawan yang ditunggu-tunggu, baik oleh rakyat Irak maupun umat Islam sedunia –lihat NIC global predicament 2020]

Transformasi Fourier


Transformasi Fourier merupakan metode tradisional untuk menentukan kandungan frekuensi dari sebuah sinyal. Transformasi Fourier pada dasarnya membawa sinyal dari dalam kawasan waktu (time-domain) ke dalam kawasan frekuensi (frekuensi-domain). Pada sisi lain transformasi fourier dapat dipandang sebagai alat yang mengubah sinyal menjadi jumlahan sinusoidal dengan beragam frekuensi. Transformasi Fourier menggunakan basis sinus dan kosinus yang memiliki frekuensi berbeda. Hasil Transformasi Fourier adalah distribusi densitas spektral yang mencirikan amplitudo dan fase dari beragam frekuensi yang menyusun sinyal. Hal ini merupakan salah satu kegunaan Transformasi Fourier, yaitu untuk mengetahui kandungan frekuensi sinyal.

“Rumusnya mana nich???? :(

“ Bisa di click tulisan Fourier, Selamat belajar….. :)

Ketika gelombang seismik mengenai batas dari dua material yang mempunyai perbedaan impedansi, beberapa energi dalam gelombang akan di pantulkan, sedangkan yang lainya akan diteruskan. Amplitudo dari refleksi gelomabang didapat dari koefisien refleksi R, yang dideterminasi oleh perbedaan impedans antara dua medium.

“Rumusnya gimana nich Om??? :)

Untuk gelombang yang mengenai batas lapisan pada normal impedans, koefisien refleksinya dapat ditulis :

R=\frac{Z_1 - Z_0}{Z_1 + Z_0},

dimana Z0 dan Z1 adalah impedans medium pertama dan medium kedua.

Rumus yang digunakan untuk normal-incidence koefisien transmisi adalah

T=\frac{2 Z_1}{Z_1 + Z_0}.

Dari sini, dapat ditunjukan dengan mudah bahwa :

1+R=\frac{Z_1 + Z_0 + Z_1 - Z_0}{Z_1 + Z_0}=\frac{Z_1  + Z_1}{Z_1 + Z_0} = T.

Dengan melakukan observasi pada kuat reflektor, seismologist dapat mengetahui perubahan pada impedansi seismik. Mereka menggunakan informasi ini untuk mengerahui perubahan properti batuan, seperti densitas dan modulus elastik.

Untuk non-normal incidence (mempunayi sudut), fenomena ini terjadi konversi gelomang, gelomang longitudinal (Gelombang P) terkonversi menjadi gelombang trasnfersal (gelombang S) dan sebaliknya.

Gelombang seismik adalah bentuk gelombang elastis yang menjalar dalam medium bumi, beberapa medium yang dapat menjalarkan gelombang mempunyai komponen impedans, seismik (atau akustik) impedans Z didefinisikan dalam persamaan:

Z= V ρ,

dimana V adalah kecepatan gelombang seismik, dan ρ adalah densitas dari batuan. Saat gelombang seismik melewati da medium yang memiiki perbedaan impedans, energi dari gelombang akan di patulkan (reflected) dan yang lainya akan di teruskan (transmitted).

(Image

Mengenal Perforasi dalam Sumur

” Perforasi apaan sich? :)

Perforasi (perforating) adalah proses pelubangan dinding sumur (casing dan lapisan semen) sehingga sumur dapat berkomunikasi dengan formasi. Minyak atau gas bumi dapat mengalir ke dalam sumur melalui lubang perforasi ini.

Perforating gun yang berisi beberapa shaped-charges diturunkan ke dalam sumur sampai ke kedalaman formasi yang dituju. Shaped-charges ini kemudian diledakan dan menghasilkan semacam semburan jet campuran fluida cair dan gas dari bahan metal bertekanan tinggi (jutaan psi) dan kecepatan tinggi (7000m/s) yang mampu menembus casing baja dan lapisan semen. Semua proses ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat (17s).

Perforasi dapat dilakukan secara elektrikal dengan menggunakan peralatan logging atau juga secara mekanikal lewat tubing (TCP-Tubing Conveyed Perforations).

Artificial Lift

Artificial lift adalah metode untuk mengangkat hidrokarbon, umumnya minyak bumi, dari dalam sumur ke atas permukaan. Ini biasanya dikarenakan tekanan reservoirnya tidak cukup tinggi untuk mendorong minyak sampai ke atas ataupun tidak ekonomis jika mengalir secara alamiah.

Artificial lift umumnya terdiri dari lima macam yang digolongkan menurut jenis peralatannya.

Pertama adalah yang disebut subsurface electrical pumping, menggunakan pompa sentrifugal bertingkat yang digerakan oleh motor listrik dan dipasang jauh di dalam sumur.

Yang kedua adalah sistem gas lifting, menginjeksikan gas (umumnya gas alam) ke dalam kolom minyak di dalam sumur sehingga berat minyak menjadi lebih ringan dan lebih mampu mengalir sampai ke permukaan.

Teknik ketiga dengan menggunakan pompa elektrikal-mekanikal yang dipasang di permukaan yang umum disebut sucker rod pumping atau juga beam pump. Menggunakan prinsip katup searah (check valve), pompa ini akan mengangkat fluida formasi ke permukaan. Karena pergerakannya naik turun seperti mengangguk, pompa ini terkenal juga dengan julukan pompa angguk.

Metode keempat disebut sistem jet pump. Fluida dipompakan ke dalam sumur bertekanan tinggi lalu disemprotkan lewat nosel ke dalam kolom minyak. Melewati lubang nosel, fluida ini akan bertambah kecepatan dan energi kinetiknya sehingga mampu mendorong minyak sampai ke permukaan.

Terakhir, sistem yang memakai progressive cavity pump (sejenis dengan mud motor). Pompa dipasang di dalam sumur tetapi motor dipasang di permukaan. Keduanya dihubungkan dengan batang baja yang disebut sucker rod.

Rabu, 10 Juni 2009

Kelangkaan BBM Akibat Penerapan Sistem Baru Yang Kurang Tersosialisasi


RABU, 07 JANUARI 2009 14:39 WIB
JAKARTA. Kelangkaan Jenis BBM Tertentu yang terjadi diberbagai SPBU beberapa waktu yang lalu diakibatkan oleh ketidaklancaran penerapan sistem baru yang diberlakukan PT Pertamina (Persero) dan keengganan pengusaha SPBU untuk menyediakan dan mendistribusikan Jenis BBM Tertentu karena kekhawatiran pemberlakuan harga baru secara tiba-tiba.


Selain kedua hal tersebut diatas faktor lainnya adalah masa liburan akhir tahun yang panjang sehingga mengganggu sistem pembayaran. Tubagus Haryono mengatakan, penerapan sistem baru yang diterapkan Pertamina dari sistem lama (SAP) ke sistem baru Enterprise Resources Planning (ERP) seharusnya diberitahukan terlebih dahulu kepada BPH Migas karena berdampak terhadap kelancaran penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu secara nasional.

Penerapan sistem baru yang diterapkan Pertamina seharusnya lebih bisa mengantisipasi secara lebih baik agar tidak terjadi kelangkaan BBM, karena salah satu penugasan PSO adalah mencegah terjadinya kelangkaan maupun ketidaklancaran pendistribusian BBM sampai pada penyalur, lanjut Beliau.

Akibat kejadian tersebut BPH Migas sudah melayangkan kepada Pertamina untuk segera melaksanakan hal-hal yang dianggap perlu terkait tanggung jawab PT Pertamina (Persero) sebagai Pelaksana Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM Tertentu tahun 2008 dan 2009, khususnya dampak terhadap penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentu tahun 2009.

Terkait dengan penolakan beberapa SPBU untuk menyediakan dan mendistribusikan Jenis BBM Tertentu pada saat terjadinya perubahan kebijakan pemerintah mengenai harga jenis BBM tertentu baru-baru ini, PT Pertamina (Persero) diminta menyampaikan rencana pengaturan dan pengawasan Lembaga Penyalur Jenis BBM Tertentu demi menjamin kelancaran penyediaan dan pendistribusiannya dan mendaftarkan Lembaga Penyalur Jenis BBM Tertentu untuk mendapatkan Nomor Registrasi Lembaga Penyalur (NRLP) dari BPH Migas.

Sumber: http://esdm.go.id/berita/migas/40-migas/2208-kelangkaan-bbm-akibat-penerapan-sistem-baru-yang-kurang-tersosialisasi.html

Read More......

Selasa, 09 Juni 2009

Komplesi

Dalam operasi pemboran, well completion dilakukan pada tahap akhir. Setelah selesai melakukan pemboran, biasanya kita akan mengukur kondisi formasi sumur di bawah permukaan dengan wireline logging atau dengan Drill Stem Test. Apabila sumur bernilai ekonomis, maka kita bias melanjutkan well completion. Namun bila tidak ekonomis, maka sumur akan ditutup atau diabaikan dengan plug (bias juga dengan cement retainer). Jenis-jenis well completion adalah:

Open Hole Completion

Open Hole completion merupakan jenis well completion dimana pemasangan casing hanya diatas zona produktif sehingga formasi produktif dibiarkan tetap terbuka tanpa casing kebawahnya. Sehingga formasi produktif secara terbuka diproduksikan ke permukaan.

Keuntungan Open Hole Completion:

- Biaya murah dan sederahana

- Mudah bila ingin dilakukan Logging kembali

- Mudah untuk memperdalam sumur

- Tidak memerlukan biaya perforasi

Kerugian Open Hole Completion:

- Biaya perawatan mahal (perlu sand clean-up rutin)

- Sukar melakukan stimulasi pada zona yang berproduksi

- Tidak dapat melakukan seleksi zona produksi

- Batuan pada formasi harus Consolidated

Source: www.oil-gas.state.co.us

Cased Hole Completion

Cased Hole Completion merupakan jenis completion yang menggunakan casing secara keseluruhan hingga menutupi zona formasi produktif lalu dilakukan perforasi untuk memproduksikannya.

Keuntungan Cased Hole Completion:

- Bisa melakukan multiple completion

- Zona produktif antar lapisan tidak saling berkomunikasi sehingga memudahkan perhitungan flowrate tiap lapisan

- Lebih teliti dalam penentuan kedalaman subsurface equipment. Karena wireline logging dilakukan sebelum produksi.

- Sangat baik untuk diterapkan pada formasi produktif sandstone.

Kerugian Cased Hole Completion:

- Penambahan Biaya terhadap Casing, Cementing & Perforasi

- Kerusakan formasi akibat perforasi bisa mengakibatkan terhambatnya aliran produksi dan menurunkan produktivitas sumur.

- Efek cementing kurang baik dapat mengganggu stabilitas formasi

- Well deepening akan menggunakan diameter yang lebih kecil.

Source: www.virtualsciencefair.org

Liner Completion

Liner Completion merupakan jenis completion yang menggunakan casing yang digabungkan dengan liner pada zona formasi produktif. Penggunaan liner dikarenakan kedalaman formasi produktif dari casing tidak terlalu jauh (± 100 meter). Apabila pemasangan casing dimulai dari permukaan hingga kedalaman formasi yang dituju, maka pemasangan Liner dimulai dari beberapa meter dari zona terbawah casing. Kegunaan Liner yang utama adalah menjaga stabilitas lubang bor di subsurface. Liner completion terbagi 2, yaitu Screen Liner completion (penggunaan dengan liner pada umumnya) & Cemented Perforated Liner Completion (liner completion yang disemen dan dilakukan perforasi). Keuntungan Liner Completion adalah mengurangi biaya casing. Keuntungan lainnya hampir sama dengan Cased hole completion.

Sabtu, 06 Juni 2009

Teori Reservoir Panas

Reservoir panas bumi biasanya terdapat di daerah gunung api purba (post volcanic). Karena proses post volcanic tersebut menyebabkan dinginnya cairan magma yang kemudian akan menjadikannya sebagai salah satu komponen reservoir panas bumi yang disebut sumber panas.
Akibat dari proses gunung api terbentuklah sistem panas bumi yang dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang baik yang sedang berlangsung atau yang telah berlangsung di daerah post volcanic, sehingga memungkinkan terbentuknya suatu lapangan panasbumi yang potensial untuk diproduksikan.
















Salah Contoh Pemanfaatan Aktifitas Geothermal / Panasbumi















Teori Tektonik Lempeng
















Lapangan Panas Bumi di Indonesia

Kamis, 04 Juni 2009

Era Baru Minyak – Ada Apa Di Bawah Kita?

Tidak perlu dipertanyakan lagi, kita telah memasuki sebuah era melambungnya harga energi yang telah menghasilkan sebuah ledakan inovasi baru, dan kemunduran konsumsi. Seberapa radikal perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi? Jawabannya tergantung sebagian besar pada seberapa banyak minyak yang benar-benar dikandung bumi. Tetapi jangan salah: minyak itu ada banyak. Ini adalah era baru minyak, bukan berakhirnya minyak sebagaimana sering kita dengar.

Seberapa banyak minyak yang ada di bawah lapisan kerak Bumi? Satu-satunya yang kita tahu dengan pasti adalah bahwa sejarah telah dikotori oleh perhitungan-perhitungan yang jauh dari nilai sebenarnya –biasanya di bawah nya– yang mereka putuskan secara menggelikan. Pada tahun 1920an, sebagai contoh, Anglo-Persian Corporation (sekarang British Petroleum) menolak untuk bertaruh investasi di Arab Saudi, karena berpikir bahwa negeri tersebut tidak mengandung satu tetes pun minyak. Pada tahun 1919, Survey Geologis AS (USGS) memperkirakan bahwa AS akan kehabisan minyak dalam jangka waktu sembilan tahun. Akan tetapi setelah sembilan tahun itu terlewati, penemuan-penemuan besar, yang sebagian besarnya ada di ladang Raksasa Hitam di Texas, telah menciptakan kelebihan suplai minyak yang sangat besar yang hampir menghancurkan industri. Pada tahun 1970an, konsensus perminyakan berubah menjadi suram kembali: produksi minyak akan mencapai puncaknya pada pertengahan dekade 1980an dan kemudian jatuh dengan cepat. Sebuah laporan terkenal dari CIA memperkirakan “cepat habisnya” ladang-ladang yang telah diakses, sementara Presiden Jimmy Carter memperingatkan bahwa sumur-sumur minyak telah “mengering di seluruh dunia.” Akan tetapi, pada tahun 1986, harga minyak jatuh di tengah booming suplai yang besar, sebagaimana ia (booming suplai) telah sering terjadi sebelumnya.

Kini ramalan hari kiamat datang kembali, memprediksikan habisnya minyak pada dekade ini atau dekade mendatang. Keputusan para ahli bencana baru ini terlihat lebih menyakinkan karena mereka menggunakan model-model statistik dan peluang yang muncul untuk memasuki misteri-misteri tanah bagian bawah planet kita. Faktanya, mereka tidak melakukan itu. Secara garis besar, semakin sedikit yang kita ketahui tentang sumber daya bawah tanah dunia semakin membenarkan pandangan-pandangan positif di masa depan.

Berdasarkan sejarah, harga minyak yang tinggi telah selalu membawa investasi besar dan penurunan konsumsi, dan hal inilah tepatnya yang kita saksikan pada hari ini. Para investor mengucurkan ratusan milyar dollar pada sektor energi, dari minyak konvensional hingga minyak non-Konvensional (seperti tar sand– Batuan pasir yang memiliki berat molekuler hidrokarbon tinggi yang darinya dapat dihasilkan produk2 minyak, dan shale oil­–minyak mentah yg didapat dari destilasi sedimentasi batu dan lumpur) hingga alternatif substitusi minyak, dari gas alam hingga biofuel dan batu bara tercairkan. Dengan kata lain, harga tinggi bukan berarti kabar buruk bagi ekonomi global, karena ia telah memacu inovasi dan efisiensi senyampang mendorong konservasi. Di negara-negara industri, perkiraan pertumbuhan permintaan minyak semakin turun pada tahun 2006 dan dapat saja menjadi stabil, bahkan ketika para pengemudi di Amerika membalikkan punggung mereka pada mesin-mesin yang rakus gas.

Tetap saja, tidak ada seorang pun yang dapat yakin seberapa lama era ini akan berakhir. Terberi dengan keacuhan mendasar atas apa yang ada di bawah kita, taruhan terbaik adalah bahwa pasar minyak akan tetap bersiklus, dengan ciri khas periode-periode boom-and-bust (berubah-ubah dari pertumbuhan-resesi-tumbuh lagi-dst) selama berdekade. Kita saat ini sedang berada pada periode minyak harga mahal yang hampir sama dengan periode tahun 1970an, akan tetapi memang ada beberapa perbedaan kritis. Hari ini lebih dari 90 persen cadangan minyak berada di bawah kendali negara-negara produsen, kebanyakan menganut kebijakan nasionalisme sumber daya. Ditujukan untuk mempertahankan harga, kecenderungan nasionalis ini dapat menghentikan perkembangan baru. Ia juga dapat meningkatkan tekanan yang sudah berkembang, yang dapat kita lihat di antara negara-negara produsen dan konsumen, mengadu Barat dengan Rusia, AS dengan Venezuela, dan yang lainnya. Sederhananya, permasalahan minyak bukan berada di bawah permukaan bumi, tetapi justru di atasnya.

Akan tetapi persepsi bahwa kita sedang kehabisan minyak telah menguasai sebagian besar psikologis umum dengan kuat, maka sangatlah penting untuk mengoreksinya. Alasan mengapa kita melihat banyak sekali perhitungan (tepatnya tebakan) yang buruk adalah dikarenakan teknologi paling maju sekalipun tidak dapat memberitahu kita seberapa banyak bahan mentah yang dimiliki Bumi. Tidak ada metode yang telah dipikirkan untuk mencari cadangan-cadangan baru dengan presisi, atau bahkan untuk mengukur ukuran sesungguhnya dari kolam-kolam deposit yang sudah diketahui. Sementara pandangan mainstream adalah bahwa sumber daya minyak bersifat terbatas, akan tetapi tidak ada yang tahu seberapa terbatas minyak itu. Dan untuk menambah komplikasi permasalahan ini, kita menyaksikan sebuah kebangkitan kecil baru tentang ketertarikan terhadap sebuah teori tua dari Rusia yang menyatakan bahwa minyak dapat dihasilkan dari reaksi-reaksi kimia di bagian terdalam Bumi, bukan dari pembusukan fossil yang berada di dekat permukaan. Hal ini masihlah suram tetapi menggugah raya ingin tahu akan prospek bahwa minyak mungkin saja merupakan sumber daya terbarukan. (Lihat wawancara dengan Dudley Herschbach, penerima penghargaan Nobel, untuk mendapatkan perspektif kritik)

Bahkan teori fossil standar masih menyisakan banyak misteri. Ia melacak asal mula minyak pada kematian dan pembusukan organisme, yang ditutupi selama bermilenium oleh lapisan-lapisan sedimen dan batu, lalu secara bertahap merembes semakin ke dalam Bumi hingga mereka menabrak sebuah barier batu yang tidak dapat ditembus, sekitar antara 2.100 hingga 4.500 meter di bawah Bumi. Di sana, tekanan dan suhu tinggi memantik reaksi kimia yang mengubah sedimentasi organik menjadi minyak dan gas. Minyak terjebak di dalam sel-sel yang amal kecil dari pori-pori bebatuan sub-Permukaan di dalam bagian yang disebut kolam-kolam endapan (sedimentary basins). Sejauh ini, hanya sekitar 30 persen dari kolam-kolam endapan yang diyakini ada yang telah dieksplorasi dengan cukup baik.

Bahkan teknologi paling maju untuk memetakan lapisan subsoil (lapisan tanah sebelah bawah) –didasarkan pada refleksi seismik 3D– hanya menunjukkan peluang adanya deposit-deposit hidrokarbon. Meski metode-metode seismik kadang kala dibandingkan dengan pengamatan suara ultra medis (medical ultrasound scans, USG), yang dapat menghasilkan citraan rahasia-rahasia di dalam tubuh manusia, tetapi keduanya tidak sama dalam hal hasil citraan yang benar-benar jelas (USG lebih jelas). Gelombang-gelombang seismik memantul dari lapisan terdalam dari subsoil dan hanya membawa kembali jejak yang kemudian diproses melalui perangkat lunak komputer yang rumit untuk menghasilkan citraan yang rudimenter (belum sempurna), yang terbuka terhadap berbagai interpretasi. Metode ini masih relatif baru dan sangat mahal, dan mungkin tak berfaedah jika, sebagai contoh, formasi garam menutup gelombang seismik. Sejauh ini ia hanya baru diaplikasikan pada beberapa kolam-kolam endapan saja. Singkatnya, kedalaman pengetahuan kita tentang geografi perminyakan adalah lebih dangkal ketimbang pengetahuan yang kita miliki mengenai topografi bawah samudera, di mana peta-peta kita masih sebagian besar digubah oleh para seniman yang aneh.

Hanya sumur-sumur eksplorasi yang dapat menyediakan indikasi-indikasi yang lebih tepat mengenai apa yang ada di bawah Bumi. Tetapi eksplorasi melalui sumur-sumur tidaklah lebih luas daripada yang dipikirkan orang, dan berdasarkan sejarah ia berpusat hanya di Amerika Utara. Pada tahun 1930an, para wildcatter (sebutan bagi para pencari prospek minyak di wilayah yang terkenal banyak minyaknya) menggali di semua tempat di kota-kota minyak seperti Kilgore dan Texas di mana mesin-mesin kerek bahkan didirikan di halaman gereja. Semua mengatakan, sekitar satu juta sumur eksplorasi telah dibor di Amerika Serikat, sementara hanya 2.000 sumur saja di Teluk Persia, dan 300 di antaranya ada di Arab Saudi.

Bahkan hari ini, lebih dari 70 persen aktivitas eksplorasi dikonsentrasikan di Amerika Serikat dan Kanada, yang keduanya menampung hanya sekitar tiga persen cadangan minyak dunia. Kebalikannya hanya tiga persen sumur eksplorasi yang dibor antara 1992-2002 yang ada di Timur Tengah, wilayah yang menampung lebih dari 70 persen minyak dunia. Lebih jauh, analisis catatan-catatan inti dari sumur-sumur eksplorasi dapat membawa para ahli pada kesimpulan yang berlawanan. Pada awal tahun 2000, Shell dan partnernya dalam proyek eksplorasi di India, Caim Energy, berselisih atas apakah catatan-catatan inti mengindikasikan adanya minyak. Shell menyerahkan area tersebut pada Caim, yang semenjak itu menemukan antara 380 juta hingga 700 juta barrel minyak.

Maka, eksplorasi minyak masihlah bergantung pada penilaian manusia. Pada saat yang sama, perolehan minyak dari ladang-ladang minyak yang telah diketahui mungkin malah menawarkan kejutan-kejutan yang mengagetkan. Terberi dengan sifat alamiahnya yang kompleks, sebuah kolam deposit akan selalu menjebak minyak, bahkan setelah pengeboran yang lama dan intensif. Hal ini berarti ladang-ladang yang tidak lagi memproduksi minyak, dan dipandang telah habis, masih mengandung lebih atau sedikit suplai hidrokarbon yang mudahnya tidak dapat diperoleh dengan menggunakan teknologi saat ini atau tidak dengan cara yang efektif biaya.

Hari ini tingkat perolehan rata-rata minyak adalah sekitar 35 persen dari “minyak yang diperkirakan ada,” yang berarti hanya sekitar 35 barrel dari 100 barrel yang bisa dibawa ke permukaan. Dan hanya sebagian dari 35 barrel ini yang dipandang sebagai “cadangan terjamin,” yang berarti minyak yang segera tersedia untuk produksi dan komersialisasi. Peran teknologi sangatlah kritis. Selama berdekade, teknologi telah memperluas kuantitas minyak yang dapat diekstraksi –melalui injeksi air dan gas alam, sebagaimana juga pengeboran horisontal, pematahan hidrolik dan lain lagi. Semua kemajuan ini telah mendorong tingkat rata-rata perolehan minyak, yang hanya sekitar 20 persen pada 30 tahun yang lalu, dan kurang dari 15 persen pada 60 tahun yang lalu. Pada masa depan, perolehan lebih jauh diharapkan datang dari teknologi-teknologi yang masih pada masa pertumbuhannya.

Sederhananya, metode-metode eksplorasi baru telah menaikkan cadangan minyak yang ada dari waktu ke waktu, bahkan tanpa perlu penemuan baru. Literatur perminyakan memberikan contoh yang banyak. Di antara yang paling mengherankan adalah ladang Sungai Kern di California, yang ditemukan pada tahun 1899. Pada tahun 1942 “sisa” cadangannya diperkirakan 54 juta barrel. Akan tetapi dari tahun 1942 hingga tahun 1986 ia telah memproduksi 736 juta barrel, dan masih memiliki 970 juta barrel “sisa.” Satu hal yang kita dapat yakin tentangnya adalah bahwa pengetahuan kita mengenai cadangan minyak masihlah mengalami revisi terus menerus, yang biasanya menaikkan jumlah cadangan tersebut. Oleh karena itulah, selama berdekade, semua upaya untuk mengevaluasi anugerah minyak di dalam planet kita terbukti masih terlalu konservatif, bahkan ketika perkiraan tersebut telah memasukkan asumsi peluang mengenai penemuan-penemuan di masa depan dan kenaikan di dalam tingkat perolehan.

Jadi, ada apa di bawah permukaan? Perkiraan terbaru dari peluang perolehan sumber daya minyak yang dibuat oleh International Energy Agency (IEA), yang didasarkan pada kerja USGS terdahulu, menunjukkan gambaran sekitar 2,6 trilyun barrel, sekitar 1,1 trilyun di antaranya dipandang sebagai cadangan terjamin. Sisanya terdiri dari sumber daya yang telah ditemukan tetapi belum dikembangkan, beserta asumsi-asumsi mengenai kenaikan tingkat perolehan dan besarnya ladang-ladang yang belum ditemukan di masa depan. Hari ini dunia mengkonsumsi sekitar 30 milyar barrel minyak per tahun, dengan proyeksi pertumbuhan kurang dari dua persen per tahun; hal ini berarti bahwa jika proyeksi IEA benar, maka terdapat cukup banyak minyak yang ada hingga abad ini berakhir.

Tebakan saya adalah bahwa masa tersebut akan lebih lama lagi. Gambaran di atas tidak mempertimbangkan tambahan perkiraan satu trilyun barrel minyak non-Konvensional yang secara teknis dapat diperoleh, seperti ultraheavy oil (suatu campuran hidrokarbon yang didestilasi dari belangkin (coal tar) yang teramat lebih berat daripada air), bituminous schist (batuan mineral dengan lapisan paralel yang mengandung bitumen/seperti aspal dan ter), dan tar sand. Produksi dari sumber-sumber tersebut semakin meningkat meski harganya naik dan ia adalah sumber baru, teknologi-teknologi efektif biaya telah membuatnya dapat diperjualbelikan. Terlebih, asumsi-asumsi peluang yang dibuat oleh IEA bisa jadi terlalu konservatif. Jadi, kita mungkin berada di dalam sebuah era baru –yang berarti sebuah periode harga tinggi yang, jika berlanjut lebih lama, dapat merubah pasar energi secara dramatis dan cara ia memberikan kekuatan-kekuatan kepada dunia. Tetapi ini adalah era baru minyak, bukan berakhirnya minyak sebagaiman yang kita kenal. Entah bagaimana, tidak di abad ini.

[Diadaptasi oleh Rizki S. Saputro dari Leonardo Maugeri dalam Newsweek 2007]

Maugeri adalah penulis buku “The Age of Oil: The Mythology, History and Future of the World’s Most Controversial Resource” (Praeger, 2006) dan senior vice president perusahaan minyak ENI.

Sumber

Perkembangan Migas seIndonesia

Pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia mencatat kemajuan pesat sejak Pertamin dan Permina diintegrasikan ke dalam Pertamina. Seluruh operasi perminyakan yang mencakup berbagai aspek kegiatan dapat iarahkan pada sasaran yang dituju oleh Pemerintah.
Peranan minyak, yang menyangkut berbagai aspek pembanguna,menjadikan minyak sebagai unsur penting di dalam ketahanan nasional. Seluruh bidang perminyakan, produksi, pengolahan, distribusi,pengangkutan, maupun pemasaran minyak mentah menjadi semakin penting dan harus dipegang langsung oleh Pertamina.
Sistem bagi hasil, yang diterapkan di dalam bidang eksplorasi dan produksi, bukan saja telah memberikan keuntungan lebih besar kepada negara, tetapi juga merupakan landasan bagi kerja sama dengan para kontraktor minyak asing. Peranan minyak yang kian penting disemua sektor dan harganya yang terus melonjak, telah menyebabkan ditingkatkannya pencarian minyak ke daerah – daerah yang lebih sulit.
Pencarian minyak bumi di Indonesia, sampai tahun 60-an masih terbatas dilakukan di daratan. Sejak penemuan lapangan Cinta(1970)lapangan minyak pertama di lepas pantai Indonesia telah membuka kemungkinan mengerjakan daerahlepas pantai lainnya. Perkembangan teknologi maju telah memungkinkan pemanfaatan assosiatedgas maupun non assosiated gas untuk bahan ekspor (LNG) maupun bahan energi dalam negeri (LPG).
Sumber-sumber gas di beberapa tempat, baik di lepas pantai maupun di daratan dimanfaatkan dengan membangun unit pengolah yang memproduksi LPG. Beberapa unit pengolah LPG itu teletak di anjungan lepas pantai,yang dilengkapi dengan tangki penampung dan pelabuhan pengekspor.
Pemanfaatan sumber gas, untuk menunjang berbagai keperluan industri dalam negeri pertama kali dilakukan di Sumater Selatan dengan suatu jaringan pipa untuk pabrik pupuk Sriwijaya dan di Jawa Barat dengan sistem pipa gas Jawa Baratuntuk mensuplai pabrik pupuk, semen, pabrik baja Krakatau dankebutuhan industri dan rumah tangga di daerah Jakarta.
Naiknya kegiatan perminyakan Indonesia dapat dilihat dari kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract – PSC Indonesia). Pertamina telah menandatangani kurang lebih puluhan kontrak dengan perusahaan minyak asing.
Pertamina sebagai “pilar” dalam usaha-usahanya di bidang eksplorasi dan produksi ini menempuh jalan intensifikais dan ekstensifikasi. Kegiatan intensifikasi meliput peningkatan kegiatan secara kwalitatif di bidang eksplorasi,baik berupa studi regional, geologi lapangan, geofisik, seismik, pengeboran eksplorasi danevaluasi. Selain itu, dilakukan juga peningkatan kuatitatif di bidang produksi seperti pengembangan lapangan,pembangunan fasilitas produksi,studi reservoir dan studi lapangan produksi yang pernah ada.
Usaha ekstensifikasi meliputi usaha-usaha untuk menemukan daerah-daerahbaru yang dapat menghasilkan minyak. Pengembangan kegiatan eksplorasi dan produksi ini, di samping faktor dana, tenaga, peralatan maupun teknologi minyak yang sudah dimiliki, terutama didorong karena potensi dan kemampuan produksi minyak dan gas bumi.
Penemuan- penemuan sumur- sumur dan lapangan baru, baik di lepas pantai maupun di darat pada sekitar tahun 1970-an telah mampu memproduksi minyak mentah 1,6 juta barrel/hari (bbl/day). Untuk meningkatkan produksi,minimal mempertahankan produksi yang ada, diperlakukan dana yang besar. Untuk itu Pertamina mencari dana pinjaman, yaitu dengan kerja sama patungan atau pinjaman yang tak mengikat, seperti yang dijalankan dengan INOCO.

Rabu, 03 Juni 2009

20 Cekungan Minyak Baru Ditemukan


BANDUNG - Rabu, 27 Agustus 2008 - 18:40 wib

Berdasarkan hasil penelitian sejak April 2008, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menemukan 20 cekungan sedimen baru yang berpotensi menghasilkan sumber minyak bumi.

Lebih lanjut Koordinator Proyek Basin Tektonik Indonesia Benyamin Sapiie menjelaskan, 20 cekungan tersebut terdiri dari tujuh cekungan baru (new basin) dan 13 cekungan mofikasi.

New basin merupakan cekungan sedimen tersier baru yang memiliki kandungan minyak. Ketujuh cekungan tersebut terletak di Bangka Barat, Bangka, Natuna Selatan, Kendilo, Sangihe, Cendrawasih, dan Wetar.

Sementara cekungan mofikasi (modified basin) merupakan daerah yang telah mengalami penghalusan garis batas cekungan dan memiliki lebih dari satu sumber di dalam satu kawasan.

"Beberapa di antaranya berada di Mentawai, Nias, Ujungkulon, Jateng Utara, Iwue, Bogor, Teer, Pendalian, dan Umbilin," ujar Benyamin di sela-sela Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI, di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/8/2008).

Sebelumnya Indonesia telah memiliki 66 cekungan sumber minyak yang telah ditemukan sejak 1985. Dengan penemuan terbaru ini, Indonesia memiliki 86 cekungan. Kendati demikian Benyamin menjelaskan baru 17 cekungan yang sudah berproduksi. Sebanyak 39 cekungan masih dalam tahap ekplorasi dan sisanya baru terdeteksi sebagai cekungan sedimen tersier biasa. Ada indikasi kandungan minyak tapi masih perlu pembuktian lanjutan.

"Ada perbedaan konsep pemetaan dan pendataan kali ini dan inilah alasan mengapa dalam waktu singkat kami dapat menemukan 20 cekungan,"
katanya.

Hasil identifikasi cekungan minyak baru ini sendiri merupakan tahap awal sebagai salah satu jalan keluar mengatasi krisis energi di Indonesia. IAGI menyerahkan eksplorasi cekungan minyak baru tersebut kepada pemerintah.

Dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan 2008 ini IAGI membahas berbagai masalah. Mulai dari sumber energi, tata ruang, mitigasi bencana hingga pelestarian lingkungan. Ahli geologi tak hanya memikirkan eksplorasi kekayaan bumi berupa mineral semata tetapi tetap dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan. Tujuannya supaya ada keseimbangan dalam melakukan eksplorasi. Artinya jangan sampai eksplorasi merusak lingkungan.

Sementara itu Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar mengatakan hanya ada 15 dari 86 titik yang telah beproduksi. Ada beberapa kendala yang menyebabkan miinimnya tingkat produksi cekungan.

Pertama karena dasar-dasar kebumian yang masih terbatas. Selain itu teknologi untuk mengeksplorasi cekungan tidak mudah. Secara khusus untuk daerah yang terletak di kawasan pedalaman dan salah satunya cekungan yang terdapat di Selat Makasar.

"Untuk satu kali drilling (pengeboran) butuh biaya USD80 juta dan itu belum tentu cekungan tersebut menghasilkan minyak," katanya.

Saat ini pihaknya tengah melakukan telaah lebih lanjut. Departemen ESDM berupaya mendorong para ahli agar dapat meningkatan penelitian melalui metode survey maupun melakukan perbandingan di tempat lain.

Sukhyar menjamin pasoknn minyak nasoinal masih banyak. Dari 15 cekungan tersebut saja, sumber daya yang tersedia mencapai 50 miliar barel untuk kebutuhan sehari-hari dan masih ada cadangan 12 miliar barel.

Pengelolaan minyak bumi, jelas Sukhyar memang masih menjadi otoritas pemerintah pusat. Namun dia mengingatkan perlunya koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansti di tingkat daerah lainnya karena ekplorasi dilakukan di daerah.

"Harus ada interaksi. Otoritas ini jangan dijadikan hambatan untuk pengelolaan cekungan-cekungan baru," pungkasnya.

Selasa, 02 Juni 2009

Harga Minyak Brent Melandai di USD69


LONDON - Setali tiga uang dengan pergerakan bursa Wall Street, harga minyak dunia kembali juga ditutup melemah ke level USD70 per barel, pada penutupan perdagangan Senin (15/6/2009) waktu setempat, setelah pelaku pasar mencairkan keuntungannya dari rally yang terjadi sepekan lalu.


Seperti dilansir dari AFP, Selasa (16/6/2009), di London, harga minyak mentah jenis Brent North Sea untuk kontrak Juli melemah USD1,01 ke level USD69,91 per barel. Sedangkan, di New York, harga kontrak minyak mentah untuk pengiriman Juli turun USD1,28 ke posisi USD70,76 per barel.

Harga minyak sawit yang melambung di atas USD73 per barel pekan lalu, memberi harapan akan pemulihan ekonomi global. " Harga-harga telah mengalami rally yang pesat walau tidak beriringan dengan fundamental (suplai dan permintaan), traders mengambil aksi ambil," ujar senior principal konsultan energi Pervin and Gertz Singapura Victor Shum.

Dia menjelaskan, pasar mengalami koreksi usai penguatan yang bullish. Namun harga tetap bergantung pada dolar Amerika. "Pergerakan dolar Amerika memberikan peran penting bagi harga minyak," ujarnya. (css)(rhs

Senin, 01 Juni 2009

Menyingkap Tabir Split Bagi Hasil Migas

Agustus 28th, 2007 by Abdul Kadir

Selama migas masih terus dicari dan dieksploitasi di negeri ini, sepertinya pembicaraan tentang bagi hasil migas akan terus menjadi topik yang menarik. Apalagi UU Migas No. 22 tahun 2001 telah mengukuhkan sistem Kontrak Bagi Hasil sebagai default bentuk Kontrak Kerja Sama dalam pengusahaan migas, sepanjang belum ditemukan kontrak alternatif yang lebih menguntungkan bagi negara daripada sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract).


Tahun lalu seorang anggota DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional Alvin Lie sempat kaget karena baru “ngeh” kalau share Pemerintah dari kontrak bagi hasil gas bumi dengan Exxon di blok Natuna D Alpha besarnya berubah jadi 0%, padahal seharusnya adalah 70% termasuk pajak. Alvin Lie mengatakan: “Ternyata blok natuna penghasil gas di Indonesia sejak tahun 1994 dikelola Exxon dengan basic agreement seharusnya berakhir januari 2005. Dengan pola bagi hasil Indonesia 0 Exxon 100 %. Data ini sahih karena keluar dari mulut kepala BP Migas sendiri.” (baca: RI Tak Pernah Terima Hasil Minyak Natuna) Dengan share Pemerintah 0% ini opini pun berkembang bak bola salju, ada yang mengatakan Pemerintah tidak akan dapat apa-apa, ada yang mengatakan Pemerintah cuma dapat dari pajak, bahkan ada juga yang mengatakan Pemerintah bakal nombok/tekor? Meskipun isu ini kata temen-temen blogger bisa dibilang sudah basbang (basi banget), namun esensinya masih tetap penting untuk kita ketahui/pahami dengan baik.

Melalui tulisan ini, mari kita refresh kembali pemahaman kita mengenai porsi (split) bagi hasil yang ditentukan dalam kontrak bagi hasil migas. Porsi (split) bagi hasil migas selalu ditentukan dalam kontrak berdasarkan prosentase sebelum pajak. Tentu, besar pajaknya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada saat kontrak bagi hasil tersebut ditandatangani. Split bagi hasil yang berlaku standar dan sering kita dengar 85:15 untuk minyak dan 70:30 untuk gas, adalah split sesudah pajak. Saya akan deskripsikan bagaimana pengaruh porsi bagi hasil migas sesudah pajak ini, terhadap total take (total pendapatan) yang diperoleh masing-masing pihak dari bagi hasil tersebut selama masa kontrak.

Contoh kasus saya buat dengan bantuan software FIELDMA, agar perhitungan dapat dilakukan dengan cepat dan minim kesalahan. Perhitungan bagi hasil dibuat dengan asumsi tanpa FTP dan dengan FTP (FTPshare mengikuti porsi contractor share dan FTPshare 30% after tax untuk kontraktor pada berbagai contractor share). Pajak 48%, produksi 200 MMCFD selama 20 tahun, asumsi harga jual gas 3 US$/MCF. Produksi gas diasumsikan mulai terjadi setelah 3 tahun persetujuan POD, di mana tahun ke-0 diambil pada tahun disetujuinya POD tersebut. Biaya dibuat dalam satuan juta US$. Biaya eksplorasi yang telah dilakukan, dimasukkan sebagai biaya tahun ke-0. Biaya kapital dan non kapital tahun ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-8, ke-13, ke-18 masing-masing: 11.66 ; 20 ; 20 ; 12 ; 12 ; 12 ; 12 dan 46.64 ; 10 ; 10 ; 8 ; 8 ; 8 ; 8 juta US$. Di mana operating cost diasumsikan 0.45 USD/MCF. Asumsi MARR 15%. Dari data-data di atas, kita dapat menghitung distribusi revenue yang diperolah masing-masing pihak pada berbagai nilai contractor share. Hasilnya ditunjukkan pada gambar-1 dan gambar-2 berikut.


Gambar 1. Distribusi Revenue pada PSC tanpa FTP maupun dengan FTP sesuai Contractor Share

Pada kasus PSC tanpa FTP dan PSC dengan FTP yang dibagi sesuai contractor share, memberikan profil yang sama seperti gambar di atas. Profil distribusi revenue tersebut menggambarkan beberapa kondisi sebagai berikut.
  • Contractor Share After Tax = 0% Pada kondisi ini, kontraktor hanya mendapatkan penggantian biaya (cost recovery), sedangkan pemerintah mendapatkan share (pendapatan bukan pajak) seluruhnya. Kondisi ini adalah kondisi “irasional” yang sangat merugikan kontraktor, tidak disukai Depkeu, tapi sangat diinginkan oleh Daerah Penghasil Migas. Kontraktor pasti akan menolak kalau ditawarkan bagi hasil dengan kondisi ini, oleh karena itu Pemerintah tidak akan pernah menawarkannya sampai kapanpun.
  • 0% <>Dengan asumsi pajak 48% seperti di atas, kondisi 0% <>
  • Contractor Share After Tax = (1 - %tax) Dengan asumsi pajak 48% seperti di atas, kondisi contractor share 52% merupakan kondisi “buffer” atau kondisi “daripada tidak”. Pada kondisi ini, Pemerintah hanya mendapatkan penerimaan berupa pajak. Karena yang diterima hanya pendapatan berupa pajak, sampai kapan pun Daerah Penghasil Migas dan tetangganya jangan sekali-kali berharap untuk dapat bagian dana perimbangan bagi hasil migas dari kontrak kerja sama dengan investor tersebut. “Daripada blok tersebut tidak dikelola karena tingkat kesulitannya sangat tinggi dan tidak menghasilkan apa-apa, lebih baik dikelola saja walau hanya mendapatkan bagian berupa pajak”, biasanya alasan Pemerintah demikian. Makanya kondisi ini saya namakan kondisi “daripada tidak”. Kalau investor ditawarkan kondisi ini, pasti mereka akan memburunya.
  • (1 - %tax) <>
    Kondisi ini adalah kondisi “Kritis”, karena Pemerintah tak mampu lagi memberikan daya tarik yang lebih memikat. Saya katakan kondisi “kritis”, karena pada kondisi ini blok migas betul-betul diobral. Sehingga di samping rela kehilangan bagian bukan pajak, Pemerintah masih “berbaik hati” memberikan insentif pajak kepada investor. Kondisi ini harusnya tidak akan pernah terjadi tanpa persetujuan Menkeu, karena sudah masuk wilayah interdep ESDM-Depkeu.
  • Contractor Share After Tax = 100% Kondisi ini adalah kondisi “Bahaya”, karena negeri ini telah dijajah oleh para pemilik modal sehingga tidak ada sepeserpun bagian yang diterima Pemerintah baik pajak maupun bukan pajak.

Gambar 2. Distribusi Revenue pada PSC dengan FTP 20% Shareable 30%

Pada kasus PSC dengan FTP 20% yang di-share 30% after tax untuk kontraktor, dengan berbagai harga contractor share memberikan profile Indonesia take yang lebih baik dibanding tanpa FTP, pada kondisi Contractor Share lebih dari 30%. Sebaliknya, justru dapat menurunkan Indonesia Take (Indonesia Share + Tax). Grafiknya dapat dilihat di gambar-3.


Gambar-3 Pengaruh FTP 20% Shareable 30% untuk Contractor terhadap Indonesia Take

Semoga dengan gambaran di atas, anda dapat menginterpretasikan sendiri bagaimana sesungguhnya yang terjadi pada kontrak Exxon di blok D Alpha Natuna dan kontrak lain yang mungkin terjadi seperti itu.
Wallahua’lam

Sumber: http://www.id-petroleumwatch.org/2007/08/28/menyingkap-tabir-split-bagi-hasil-migas/



Read More......

Reservoir

Minyak dan gas bumi trebentukdari binatang-binatang purba yang tertimbun dalam tanah yang kemudian terendapkan baik pada lingkungan pengendapan darat, laut maupun transisi. Seiring dengan perjalanan waktu sisa-sisa binatang purba tersebut akan menjadi proses pematangan menjadi migas dalam batuan induk, kemudian akan bermigrasi sampai terperangkap ke dalamsuatu sistem reservoir dan terakumulasi disana.














Dalam mendapatkan tempat terakumulasinya migas dibawah permukaan, kita harus mencari struktur antiklin dari lapisan / cekungan suatu wilayah/ daerah.

Anticlinal Theory (Teori Antiklin) : Teori tentang akumulasi minyak, gas , dan air pada lapisan cembung dalam tatanan tertentu (air paling bawah) asalkan strukturnya mengandung batuan reservoir, yang berhubungan baik dengan batuan induk, dan ditutupi dengan batuan tudung.

Anticlinal Trap (Perangkap Antiklin) : Lapisan dalam struktur antiklin tempat akumulasi hidrokarbon.

Anticline (Antiklin) : Konfigurasi geologis yang lapisan-lapisan batuan sedimennya terlipat dan membentuk struktur yang cembung.